Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 1

Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi


Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi

Kalau orang Katolik paling sedikit pada hari Minggu harus ikut Perayaan Ekaristi/ Misa, konon seorang ibu memberikan pernyataan. Konon itulah salah satu cirinya kalau seorang seseorang mengaku orang Katolik.

Namun juga bukan hal baru kalau banyak orang mengatakan bahwa Perayaan Ekaristi itu membosankan. Lagunya tidak ngetren. Doanya hanya diucapkan imam, masih banyak lagi komentar yang mengkritik Perayaan Ekaristi sebagai ritus kuno yang tidak memenuhi selera umat. Bayangkanlah ini sering dikatakan oleh mereka yang mengikuti Perayaan Ekaristi..... tapi cuma satu kali seminggu, alias pada hari Minggu.

Gambaran negatif ini bisa berat sebelah kalau kita mendengar komentar umat yang sering ikut Misa harian. Tapi cukuplah gambaran di atas memberikan sketsa, bagaimana kita memahami Perayaan Ekaristi, atau bahkan Liturgi pada umumnya. Persoalan yang paling depan adalah apakah Liturgi itu harus menyesuaikan diri dengan selera umat? lalu kalau begitu apa itu sebenarnya Liturgi?Bisa jadi ada semacam diskrepansi antara Liturgi Gereja sebagai doa dengan credo dan tindakan/ praksis. Padahal semestinya Liturgi dilihat sebagai doa yang isinya adalah credo dan mendorong ke tindakan. Kita desang mengadakan apa? Apa yang menjadi isinya? Apakah ini membawa sesuatu pada hidup kita?

Sebelum sampai ke penjelasan Liturgi sebagai LEX ORANDI, LEX CREDENDI, LEX AGENDI baiklah diuraikan dulu pemahaman yang salah. Semoga dengan bertitik tolak dari pemahaman yang salah ini tercapailah pemahaman yang benar. Uraian di bawah ini akan ulai dengan pemahaman akan doa, lalu pengakuan iman dan dilanjutkan dengan tindakan mengikuti Yesus atau praksis sebagai perutusan.

Berdoa adalah memohon?

Salah satu godaan yang paling besar adalah memahami doa hanya sebagai doa permohonan. Memang di dalam doa kita boleh memohon. Itu adalah salah satu ciri seorang beriman, dia mengandalkan Allah dalam hidupnya. Namun terlalu sempitlah kalau doa disamakan dengan permohonan.

Berbarengan dengan pemahaman seperti ini muncul mentalitas barter. Seakan kalau manusia berdoa dalam artian memohon, maka Allah otomatis mengabulkan permohonan. Lalu nanti orang mengucapkan terima kasih dengan berbuat amal.

Doa itu ungkapan relasi antara manusia dengan Allah. Karena itu doa mencakup berbagai aspek. Doa itu bisa berupa permohonan, bisa berupa syukur atau mungkin saja berupa ungkapan kemarahan, protes. Namun sekali lagi justru di situ manusia mengungkapakan isi hatinya sebagai orang beriman.

Credo adalah kepercayaan pribadi?

Kata "Credo" secara literal berarti "Aku percaya". Namun isi syahadat kita bukanlah kepercayaan individual-personal. "Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi .....", muncul pertanyaan :apakah iman itu bersifat pribadi atau kumunal?

Relasi imani dangan Allah memang relasi pribadi. Artinya secara personal kita menjawabi kasih Allah. Namun dalam relasi ini kita tidak sendirian. Kita sebagai umat beriman menanggapnya juga sebagai komunitas Gereja. Rasul Paulus mengatakan bahwa kita adalah umat Allah yang baru. Jadi kita - sebagaimana umat Allah Perjanjian Lama dikumpulkan karena kasih Allah - dikumpulkan sebagai umat yang dikasihi-Nya.


Bersambung ke Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 2

Demikianlah Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 1, semoga bermanfaat.

Baca Juga Injil, Renungan dan Santo Santa THEKATOLIK.COM Lainnya di Google News

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url